TIM COVID-19
Saya bekerja di RSUP Dr Kariadi
Semarang bagian rawat inap dewasa. Ruang rawat inap percepatan untuk program operasi
dan brachiterapi lebih tepatnya. Walaupun kami masih menerima juga pasien yang bukan
rencana program tersebut. Adanya pandemi covid-19 (makhluk tidak kasat mata) yang mulai mewabah di kawasan RS, mengakibatkan
banyak DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pasien) yang membatalkan program operasinya. Sehingga banyak pasien tidak
jadi masuk ruangan kami, yang berdampak pada berkurangnya jumlah pasien sampai
setengah dari kapasitasnya. Hal ini mengakibatkan tenaga perawat melebihi
kapasitas dalam perawatan pasien sehingga kamipun diperbantukan di ruangan
lain.
Suatu hari, ada wacana bahwa dibutuhkan
beberapa perawat untuk backup tim covid. Ruangan yang ditunjuk adalah ruang
kepodang dan garuda. Ruangan kami diambil 15 tenaga perawat yang dibagi dalam 3
gelombang. Sebelumnya sudah ada 2 teman kami yang membantu backup ruang IGD
covid dan ICU. Saya termasuk orang yang ditunjuk untuk backup tim covid
tersebut. Saya masuk dalam gelombang ke 2. Kita diberikan informasi bahwa
setiap gelombang akan berdinas selama 1 bulan lamanya dan akan bergantian
setiap gelombang. Tetapi realitanya untuk gelombang 2 dan 3 berdinas dalam waktu
yang sama yaitu tanggal 26 April - 23 Mei 2020. Hal ini dikarenakan jumlah
pasien yang semakin meningkat.
Bagaimana perasaan kalian jika
kalian ada di posisi kami saat itu dan ditunjuk menjadi tim covid? Kalian langsung
legowo menerimanya atau tidak? Semula,
jelas kami merasa denial (menyangkal,
belum bisa menerima), butuh proses untuk acceptance
(menerima). Bukan alay ini lho…
Coba anda berpikir, siapa juga yang mau mendekati virus yang nyatanya sangat
berbahaya ini. Baiklah, kamipun pasrah menerima ketentuan tersebut. Tim covid
ini dibagi dalam beberapa ruangan. Diantaranya ruang ICU, Rajawali isolasi, dan
IGD. Saya masuk dalam tim covid IGD.
Saya termasuk orang yang masih
was-was. Sehingga saya mengajukan beberapa pertanyaan ke teman-teman di
gelombang 1. Mereka bilang enak kalau di IGD, perawatnya juga baik. Ada yang
bilang IGD butuh orang sabar sepertiku. Well,
mungkin mereka ngayem-ngayemke biar
saya tidak khawatir jaga di IGD. Sebenarnya yang jadi pertanyaan, bisakah imun
kami tetap terjaga walaupun dalam keadaan berpuasa? Karena kami akan melaluinya
pada bulan Ramadhan.
Semua butuh proses, termasuk proses
penerimaan ini. Positive thinking adalah
kuncinya. Berpikirlah, segala sesuatu ada hikmahnya. Percayalah, Allah tidak
membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dan kita termasuk
orang pilihan yang dianggap mampu untuk menangani pasien dengan covid-19
tersebut.
Tim covid IGD bertempat di depan
pintu masuk triase IGD. Jadi, kami diberikan tempat khusus yang disediakan meja,
kursi, kaca pembatas, komputer, dan dokumen-dokumen. Ada beberapa pos bagian,
seperti assessment awal, dokumentasi,
pengambilan sample darah, pemeriksaan dokter, admin, dan pendaftaran.
Kami sebagai garda terdepan sebelum pasien masuk IGD. Tugas kami adalah kami melakukan skrining covid-19 terlebih dahulu. Keluarga/ pasien diminta untuk melengkapi formulir skrining dan menjawab dengan jujur keluhan-keluhan yang ada pada pertanyaan di lembar tersebut. Kami melakukan assessment awal dengan memeriksa TTV (Tanda-tanda Vital) pasien, meliputi suhu badan, tensi, saturasi oksigen, dan nadi. Setelah lembar pengisian telah terisi, kami langsung memberikan ke dokter jaga covid untuk dilakukan assessment lanjutan. Dokter yang akan mengkategorikan pasien masuk dalam non covid atau covid. Jika pasien non covid, maka pasien aman dan kita masukkan ke dalam IGD. Jika pasien covid (positif, ataupun PDP) akan ditempatkan di ruangan luar (ruang isolasi, kaca ataupun dekon) dan akan dikelola oleh tim covid. Pasien covid lain (OTG, ataupun ODP) akan menerima edukasi untuk isolasi mandiri jika tidak ada kegawatan.
Kami sebagai garda terdepan sebelum pasien masuk IGD. Tugas kami adalah kami melakukan skrining covid-19 terlebih dahulu. Keluarga/ pasien diminta untuk melengkapi formulir skrining dan menjawab dengan jujur keluhan-keluhan yang ada pada pertanyaan di lembar tersebut. Kami melakukan assessment awal dengan memeriksa TTV (Tanda-tanda Vital) pasien, meliputi suhu badan, tensi, saturasi oksigen, dan nadi. Setelah lembar pengisian telah terisi, kami langsung memberikan ke dokter jaga covid untuk dilakukan assessment lanjutan. Dokter yang akan mengkategorikan pasien masuk dalam non covid atau covid. Jika pasien non covid, maka pasien aman dan kita masukkan ke dalam IGD. Jika pasien covid (positif, ataupun PDP) akan ditempatkan di ruangan luar (ruang isolasi, kaca ataupun dekon) dan akan dikelola oleh tim covid. Pasien covid lain (OTG, ataupun ODP) akan menerima edukasi untuk isolasi mandiri jika tidak ada kegawatan.
Kami dibagi dalam 3 shift jaga
(pagi, siang, dan malam). Jadwal ini sama seperti ruang rawat inap. Shift pagi
dibagi sesuai pembagian tugas dari katim (kepala tim), tetapi kami juga saling
membantu satu sama lain. Ada yang bagian assessment
awal, swab, dokumentasi, dan tindakan ke pasien. Untuk jaga siang dan
malam, kami tidak ada pembagian tugas. Jadi bekerja secara mobile. Jaga pagi lebih rempong
karena ada program swab. Ternyata banyak yang dilakukan pengambilan swab. Ada sekitar
80, 70an, 60an orang, dst. Hari-hari terakhir jumlahnya mulai berkurang yaitu
belasan orang. Info terakhir hari jum’at kemarin, 22/5/2020 pasien mulai bertambah
menjadi 20an.
Kami melakukan skrining covid pada
pasien rujukan, non rujukan, atau pindahan dari poli juga. Kami menggunakan APD
(Alat Pelindung Diri) sesuai SPO (Standar Prosedur Operasional) yang berlaku. Kami
menggunakan masker N95 ditutup dengan masker bedah, penutup kepala, penutup
sepatu, gown/ baju panjang untuk menutup baju dinas, dan google (kacamata). Kami
sering melakukan cuci tangan dengan handrub ataupun handwash. Kami menggunakan
baju hazmat saat melakukan tindakan yang lama ke pasien PDP atau positif
covid-19 dan saat memindahkan pasien ke ruang isolasi. Pengen tau rasanya pakai
baju hazmat? Gerah guys, cukup kami saja yang merasakannya.
Sebulan telah berlalu, akhirnya
saya mulai vacum bekerja sementara waktu. Libur 2 minggu, hanya di kos saja
(Semarang), tidak mudik ke Rembang. Lebaran tahun ini tidak mudik. Galau sebetulnya, antara mudik dan tidak
mudik. Tapi demi kebaikan bersama saya memutuskan untuk tidak mudik. Keluarga melarang
mudik, kecuali bapak dan eyang (rumah di Kudus). Ya Allah, aku sayang semua. Pengen
mudik… Tapi sabar dulu, ditahan dulu kangennya. Hanya lewat komunikasi online
saya melepas kerinduan ini.
Guys,
saya minta tolong kalian tetap di rumah saja. Jangan sia-siakan perjuangan kita
bersama beberapa bulan ini. Miris sekali, melihat data pasien positif corona
yang semakin meningkat. Jalanan mulai ramai, semua serba ramai. Entahlah sampai
kapan ini akan berakhir. Harapannya sih, semoga semua cepat berlalu. Si coro minggat, kehidupan mulai normal
kembali. Aamiin…
Terimakasih kepada semua staff IGD,
khususnya Tim covid IGD atas semua ilmu dan kebaikan kalian semua. Semoga tetap
terjalin tali silaturahim, maafkan jika selama ini saya berbuat kesalahan. Thanks all, love you…. Kalian luar biasa… 😍
Terimakasih juga kepada semua donatur yang telah memberikan support berupa nutrisi dan support mental kepada kami selama bertugas selama ini. Semoga Allah membalas kebaikan kalian semua dengan pahala yang berlipat ganda dan diberikan kesehatan selalu. Aamiin... 😇
Terimakasih juga kepada semua donatur yang telah memberikan support berupa nutrisi dan support mental kepada kami selama bertugas selama ini. Semoga Allah membalas kebaikan kalian semua dengan pahala yang berlipat ganda dan diberikan kesehatan selalu. Aamiin... 😇
Sekian ^^
Komentar
Posting Komentar